Deary
Dear ibu dan bapak
Assalamualaikum wr.wb.
Ibu, maafin tania. Bapak, maafin tania. Tania sudah capek nangis terus. Walaupun tania pergi duluan tapi tania tetep tungguin ibu sama bapak disana. Doain tania ya supaya tania selamat di jalan dan tidak kesepian saat menunggu hari itu.
Tania sayang sama ibu dan bapak.
Sampaikan salam ku pada kakak, aku pergi dulu.
Wassalamualaikum wr.wb
Bidadari kecil mu
Tania
“Bapak, tania pengen pulang. Tania pengen tidur di kamar tania sendiri.”
“Tania sabar dulu ya, nanti kalau tania sudah sembuh kita pulang. Terus tania bisa tidur di kamar tania sendiri.”
“Aku maunya sekarang. Tania sudah tidak tahan lagi, di sini pengap bau obat.”
“Makaanya kamu harus berusaha supaya cepat sembuh. Nanti kalau sudah senbuh tania gak akan minum obat lagi.”
“Bapak, tania di rawat di rumah saja?”
“Baiklah kalau kamu memaksa biar nanti bapak rundingkan dulu sama ibu kamu, sekarang kamu istirahat dulu.”
Sore berganti petang. Tania masih tertidur di ranjang rumah sakit. Sudah hampir dua bulan dia meninggalkan sekolah untuk berobat. Masa SMA yang seharusnya dia lewati dengan penuh kebahagian bersama teman sekolah. justru kesedihan yang dia rasakan bersama penyakit yang dideritanya di rumah sakit.
“huuueeekkk… ibu sudah tania gak kuat lagi.”
“Tania bagaimana kamu bisa sembuh kalau tiap kali minum obat kamu selalu muntah.”
“Tania gak bisa nelan obatnya, pahit banget.”
“kamu yang sabar ya sayang, ya sudah kamu istirahat lagi.”
Ibu tania meninggalkan ruang rawat, sambil memandang iba pada putrinya. “Kasihan kamu nak, ibu tak tega melihatmu seperti ini terus. Kamu harus sembuh, supaya kamu bisa tersenyum lagi.” Ucapnya dalam hati. Ibu dan bapak tania talah sepakat untuk menemui dokter yang menangani putri mereka hari ini.
“bagaimana pak perkembangan putri kami?” tanya ibu tania setelah berada di ruang dokter.
“Sepertinya kita tidak bisa berharap banyak. Kanker otak yang diderita putri ibu dan bapak semakin membesar, kanker tesebut menekan jaringan saluran mata sehingga penglihatan tania semakin kabur. Jika di operasi tetap saja kecil kemungkinan untuk sembuh, tapi jika tidak di operasi maka kita hanya bisa berdoa. Kami tidak bisa berbuat banyak.”
“bapak tania harus sembuh, harus pak… harus… pak dokter harus sembuhin putri saya berapun biayanya saya akan bayar asalkan putri saya sembuh!” ibu tania menangis sejadi jadinya di bahu suaminya.
“Sabar bu sabar. Ibu harus tenang. Tania pasti sembuh. Jika dokter tidak bisa membantu, kita rawat saja tania di rumah.”
“Maksud bapak apa?”
“tadi tania bilang sama bapak pengin pulang dan di rawat di rumah saja. Jika dokter sudah menyerah kita tetap tidak boleh menyerah untuk kesembuhan tania. Dokter ijinkan kami membawa pilang tania.”
“Baiklah jika itu sudah menjadi keputasan ibu dan bapak.”
Setelah keluar dari ruang dokter ibu tania masih belum mengerti dengan keputusan yang di ambil suaminya. Karena keadaan yang kalut dia masih belum bisa berfikir dengan jernih. Tapi dia mencoba untuk menerima keputusan itu. Mungkin dengan menbawa tania pulang. Tania bisa lebih semangat untuk sembuh. Sampai di ruang rawat putrinya. Ibu tania segaera membereskan barang-barang tania. Sedangkan bapak tania mengurus administrasi.
“Ibu kenapa barang-barangnya di kemasi?”
“Kamu sudah bangun sayang? Iya sekarang kita pulang, ibu dan bapak kan merawat kamu di rumah.” Kata ibu tania sambil membelai rambut putrinya.
“Benarkah ibu? Ibu terimakasih tania senang sekali, maafkan tania bu, tania selalu merepotkan ibu dan ayah.” Air mata tania mulai mengalir di pipinya sambil ia memeluk erat ibunya.
“iya sayang. Pokoknya ibu dan bapak akan berusaha untuk kesembuhan kamu. Supaya kamu cepat bisa masuk sekolah lagi. Kamu kangen gak sama teman-teman mu?”
“Iya bu, tania kangen sama sekolah dan teman-teman.”
“nanti kalau kamu sembuh ibu janji akan bikin acara syukuran kesembuhan mu, dan semua teman-teman kamu di undang.”
“ibu makasih, tania akan berusaha agar tania lekas sembuh.”
Tak lama kemudian perawat datang untuk melepas infus tania. Hari ini tania telah resmi keluar dari rumah sakit. Saat di dalam mobil dalam perjalanan pulang dia tak ingin melewatkan kesempatan untuk memandang taman kota. Udara segar pepohonan di sekitar taman membuat tania merasa bahagia becampur sedih. Dalam hati dia berkata “akankah besok aku masih bisa menghirup udara segar di taman ini?”
Sesampai di rumah tania masuk kekamarnya dengan di bopong oleh bapaknya. Rindu akan kehangatan kamarnya kini telah terobati. Mulai sekarang tania akan menjalani perawatan di rumah.
“Tania sekarang sudah malam kamu istirahat ya, ibu sama bapak mau jemput kakakmu di bandara. Dia mengambil cuti di kantornya, katanya dia membawakan oleh-oleh dari singapura buat kamu.”
“Beneran bu? Tapi nanti kalau kakak sudah sampai rumah, bilangin jangan bangunin tania kalau mau ketenu tania besok pagi aja. Biarin kakak istirahat dulu, kakak pasti capek dari perjalanan jauh.”
“tapi kakak mu itu laki-laki kuat lo tania, dia mampu menempuh perjalanan jauh pakai motor.”
“sudahlah bu biarin nanti kakak istirahat, lagian tania juga pengin istirahat, kan tania baru pulang dari perjalanan jauh.”
“Ya sudah nanti ibu bilangin kakak mu. Sekarang kamu tidur dulu.”
Sebelum pergi meninggalkan tania, ibu tania merapikan selimut yang dikenakan tania sambil mencium kenin putrinya. Dalam hati ibu tania mengucapkan “selamat malam bidadari kecilku, semoga esok engkau lekas sembuh.” Ibu tania keluar sambil mematikan lampu kamar tania.
Tak lama setelah ibu keluar, tania menyalakan kembali lampu kamarnya. Dengan terhuyung-huyung ia berjalan menuju meja belajarnya. Dia keluarkan secarik kertas dari laci meja. Dengan bercucur air mata. Tania berencana untuk menulis surat untuk kelurganya yang mungkin tak lama lagi akan ditinggalkanya. Selesai menulis dengan terhuyung-huyung menahan rasa sakit di kepalanya dia melangkah kembali ke ranjang tidurnya. Dia meletakan surat itu di samping bantalnya. Tak lama kemudian tania pun terlelap, terbang ke alam mimpi.
Pagi pun tiba, bapak, kak irul dan ibu dengan semangat menuju ke kamar tania berharap tania mulai membaik.
“selamat pagi adik manis kakak sudah pulang, kak irul punya oleh-oleh buat kamu. Nih kamu lihat kak irul beliin kamu bonekah panda, kamu pasti suka.”
“tania bangun sayang ibu bawain sarapan kesukaan kamu.”
“ibu tania nulis surat buwat kita, bapak bacain ya.”
Bapak pun mulai membaca surat kecil itu, mata kak irul mulai berkaca-kaca, ibu menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh putrinya. Dengan tak percaya bapak menangis sambil menatap wajah putrinya. Surat dari tania perlahan terlepas dari tangan bapak dan melayang bagai melayangnya jiwa tania meniju tempat penantian.
THE END
Dear ibu dan bapak
Assalamualaikum wr.wb.
Ibu, maafin tania. Bapak, maafin tania. Tania sudah capek nangis terus. Walaupun tania pergi duluan tapi tania tetep tungguin ibu sama bapak disana. Doain tania ya supaya tania selamat di jalan dan tidak kesepian saat menunggu hari itu.
Tania sayang sama ibu dan bapak.
Sampaikan salam ku pada kakak, aku pergi dulu.
Wassalamualaikum wr.wb
Bidadari kecil mu
Tania
“Bapak, tania pengen pulang. Tania pengen tidur di kamar tania sendiri.”
“Tania sabar dulu ya, nanti kalau tania sudah sembuh kita pulang. Terus tania bisa tidur di kamar tania sendiri.”
“Aku maunya sekarang. Tania sudah tidak tahan lagi, di sini pengap bau obat.”
“Makaanya kamu harus berusaha supaya cepat sembuh. Nanti kalau sudah senbuh tania gak akan minum obat lagi.”
“Bapak, tania di rawat di rumah saja?”
“Baiklah kalau kamu memaksa biar nanti bapak rundingkan dulu sama ibu kamu, sekarang kamu istirahat dulu.”
Sore berganti petang. Tania masih tertidur di ranjang rumah sakit. Sudah hampir dua bulan dia meninggalkan sekolah untuk berobat. Masa SMA yang seharusnya dia lewati dengan penuh kebahagian bersama teman sekolah. justru kesedihan yang dia rasakan bersama penyakit yang dideritanya di rumah sakit.
“huuueeekkk… ibu sudah tania gak kuat lagi.”
“Tania bagaimana kamu bisa sembuh kalau tiap kali minum obat kamu selalu muntah.”
“Tania gak bisa nelan obatnya, pahit banget.”
“kamu yang sabar ya sayang, ya sudah kamu istirahat lagi.”
Ibu tania meninggalkan ruang rawat, sambil memandang iba pada putrinya. “Kasihan kamu nak, ibu tak tega melihatmu seperti ini terus. Kamu harus sembuh, supaya kamu bisa tersenyum lagi.” Ucapnya dalam hati. Ibu dan bapak tania talah sepakat untuk menemui dokter yang menangani putri mereka hari ini.
“bagaimana pak perkembangan putri kami?” tanya ibu tania setelah berada di ruang dokter.
“Sepertinya kita tidak bisa berharap banyak. Kanker otak yang diderita putri ibu dan bapak semakin membesar, kanker tesebut menekan jaringan saluran mata sehingga penglihatan tania semakin kabur. Jika di operasi tetap saja kecil kemungkinan untuk sembuh, tapi jika tidak di operasi maka kita hanya bisa berdoa. Kami tidak bisa berbuat banyak.”
“bapak tania harus sembuh, harus pak… harus… pak dokter harus sembuhin putri saya berapun biayanya saya akan bayar asalkan putri saya sembuh!” ibu tania menangis sejadi jadinya di bahu suaminya.
“Sabar bu sabar. Ibu harus tenang. Tania pasti sembuh. Jika dokter tidak bisa membantu, kita rawat saja tania di rumah.”
“Maksud bapak apa?”
“tadi tania bilang sama bapak pengin pulang dan di rawat di rumah saja. Jika dokter sudah menyerah kita tetap tidak boleh menyerah untuk kesembuhan tania. Dokter ijinkan kami membawa pilang tania.”
“Baiklah jika itu sudah menjadi keputasan ibu dan bapak.”
Setelah keluar dari ruang dokter ibu tania masih belum mengerti dengan keputusan yang di ambil suaminya. Karena keadaan yang kalut dia masih belum bisa berfikir dengan jernih. Tapi dia mencoba untuk menerima keputusan itu. Mungkin dengan menbawa tania pulang. Tania bisa lebih semangat untuk sembuh. Sampai di ruang rawat putrinya. Ibu tania segaera membereskan barang-barang tania. Sedangkan bapak tania mengurus administrasi.
“Ibu kenapa barang-barangnya di kemasi?”
“Kamu sudah bangun sayang? Iya sekarang kita pulang, ibu dan bapak kan merawat kamu di rumah.” Kata ibu tania sambil membelai rambut putrinya.
“Benarkah ibu? Ibu terimakasih tania senang sekali, maafkan tania bu, tania selalu merepotkan ibu dan ayah.” Air mata tania mulai mengalir di pipinya sambil ia memeluk erat ibunya.
“iya sayang. Pokoknya ibu dan bapak akan berusaha untuk kesembuhan kamu. Supaya kamu cepat bisa masuk sekolah lagi. Kamu kangen gak sama teman-teman mu?”
“Iya bu, tania kangen sama sekolah dan teman-teman.”
“nanti kalau kamu sembuh ibu janji akan bikin acara syukuran kesembuhan mu, dan semua teman-teman kamu di undang.”
“ibu makasih, tania akan berusaha agar tania lekas sembuh.”
Tak lama kemudian perawat datang untuk melepas infus tania. Hari ini tania telah resmi keluar dari rumah sakit. Saat di dalam mobil dalam perjalanan pulang dia tak ingin melewatkan kesempatan untuk memandang taman kota. Udara segar pepohonan di sekitar taman membuat tania merasa bahagia becampur sedih. Dalam hati dia berkata “akankah besok aku masih bisa menghirup udara segar di taman ini?”
Sesampai di rumah tania masuk kekamarnya dengan di bopong oleh bapaknya. Rindu akan kehangatan kamarnya kini telah terobati. Mulai sekarang tania akan menjalani perawatan di rumah.
“Tania sekarang sudah malam kamu istirahat ya, ibu sama bapak mau jemput kakakmu di bandara. Dia mengambil cuti di kantornya, katanya dia membawakan oleh-oleh dari singapura buat kamu.”
“Beneran bu? Tapi nanti kalau kakak sudah sampai rumah, bilangin jangan bangunin tania kalau mau ketenu tania besok pagi aja. Biarin kakak istirahat dulu, kakak pasti capek dari perjalanan jauh.”
“tapi kakak mu itu laki-laki kuat lo tania, dia mampu menempuh perjalanan jauh pakai motor.”
“sudahlah bu biarin nanti kakak istirahat, lagian tania juga pengin istirahat, kan tania baru pulang dari perjalanan jauh.”
“Ya sudah nanti ibu bilangin kakak mu. Sekarang kamu tidur dulu.”
Sebelum pergi meninggalkan tania, ibu tania merapikan selimut yang dikenakan tania sambil mencium kenin putrinya. Dalam hati ibu tania mengucapkan “selamat malam bidadari kecilku, semoga esok engkau lekas sembuh.” Ibu tania keluar sambil mematikan lampu kamar tania.
Tak lama setelah ibu keluar, tania menyalakan kembali lampu kamarnya. Dengan terhuyung-huyung ia berjalan menuju meja belajarnya. Dia keluarkan secarik kertas dari laci meja. Dengan bercucur air mata. Tania berencana untuk menulis surat untuk kelurganya yang mungkin tak lama lagi akan ditinggalkanya. Selesai menulis dengan terhuyung-huyung menahan rasa sakit di kepalanya dia melangkah kembali ke ranjang tidurnya. Dia meletakan surat itu di samping bantalnya. Tak lama kemudian tania pun terlelap, terbang ke alam mimpi.
Pagi pun tiba, bapak, kak irul dan ibu dengan semangat menuju ke kamar tania berharap tania mulai membaik.
“selamat pagi adik manis kakak sudah pulang, kak irul punya oleh-oleh buat kamu. Nih kamu lihat kak irul beliin kamu bonekah panda, kamu pasti suka.”
“tania bangun sayang ibu bawain sarapan kesukaan kamu.”
“ibu tania nulis surat buwat kita, bapak bacain ya.”
Bapak pun mulai membaca surat kecil itu, mata kak irul mulai berkaca-kaca, ibu menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh putrinya. Dengan tak percaya bapak menangis sambil menatap wajah putrinya. Surat dari tania perlahan terlepas dari tangan bapak dan melayang bagai melayangnya jiwa tania meniju tempat penantian.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar